DILEMA HUKUM KESEHATAN


Dilema  Hukum Kesehatan
Oleh  ARIF BUDIMAN
Hukum adalah peraturan perundangan-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Sedangkan hukum kesehatan adalah peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan (merupakan ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan).
Perbedaan Pendapat
Saat ini kalau kita perhatikan banyak kalangan praktisi hukum berpendapat bahwa masalah hukum kesehatan bukanlah delik aduan, melainkan delik biasa dan dengan demikian pihak penyidik dapat segera melakukan penyidikan tanpa menunggu adanya pihak keluarga yang mengadukan. Secara yuridis dan formil hal itu memang benar karena KUHP pasal 102 antara lain menyebutkan penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang suatu peristiwa yang patut diduga merupakan suatu tindakan pidana, maka penyidik wajib segera melakukan  penyidikan yang dibutuhkan.
Akan tetapi beberapa ahli hukum lain berpendapat bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara tindak pidana biasa dengan tindak pidana medik, yang mana pada tindak pidana biasa yang menjadi titik perhatian utamanya adalah akibat dari tindakan tersebut, sedangkan dalam hukum kesehatan yang menjadi titik perhatian utama adalah justru kausa atau sebab serta proses dan bukan akibat. sebagai contoh: meskipun akibatnya fatal dalam melakukan tindakan medis tetapi kalau tidak ada unsur kelalaian atau kesalahan maka pemberi pelayanan/dokter tidak dapat dipersalahkan.
Saat ini ataupun sebelumnya dilema yang dihadapi adalah kesulitan pemahaman tentang hukum kesehatan oleh aparat penegak hukum itu sendiri, dalam konteks ini ditemukan persoalan etik dan hukum. Maksudnya apakah perbuatan tindakan dokter yang dianggap merugikan pasien itu merupakan pelanggaran etik atau pelanggaran hukum positif, sehingga timbul keraguan menerapkan hukum tersebut. Perlu juga diketahui bahwa hukum kesehatan yang ada saat ini belum sepenuhnya membahas persoalan-persoalan yang timbul dibidang pelayanan kesehatan. Dimana belum ada aturan yang tegas merumuskan apa yang menjadi tugas dan kewenangan seorang dokter atau pemberi pelayanan dalam melakukan tindakan, sehingga untuk melaksanakan tugasnya pemberi pelayanan kesehatan masih harus mempedomani kode etik dan harus memperhatikan aturan hukum kesehatan, termasuk aturan-aturan hukum kesehatan yang berlaku di luar negeri.           
Kelemahan dan kekurangan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan kesehatan ini akan membawa dampak yang merugikan bagi pasien/masyarakat karena akan meningkatnya biaya pengobatan, dimana dokter akan menjaga diri dengan mengadakan pemeriksaan yang lengkap dan pengobatan/tindakan yang “canggih” sehingga akhirnya biaya pelayanan kesehatan menjadi naik ini terjadi karena banyaknya tuntutan atas dugaan malpraktek diberbagai media massa dan dokter merasa kurang dilindungi oleh hukum dan selalu ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya.
Pada hal suatu peristiwa baru bisa disebut malpraktek jika memenuhi kriteria berikut ini :
w    Ada duty of care
Pernyataan diri kewajiban memberikan layanan atau asuhan yang profesional kepada pasien.
w    Ada dereliction (breach) of duty
Kelalaian (error of omission) sebagaimana seharusnya sesuai dengan standar pelayanan dan asuhan yang ditentukan.
w    Terjadi kerugian atau cidera (harm, damage) pada pasien
w    Ada hubungn sebab-akibat langsung (direct cause) antara breach of duty dan kerugian atau cidera
Solusi dan Himbauan
Guna mencari penyelesaiaan masalah yang demikian penyempurnaan aparat hukum sangat diperlukan karena perangkat hukum dapat menjadi alat “social control” untuk menjaga dan mempertahankan ketertiban dalam masyarakat serta pemahaman dan pengetahuan hukum kesehatan yang lebih mendalam dan spesifik melalui proses pendidikan sangat diperlukan baik bagi tenaga kesehatan maupun aparat penegak hukum itu sendiri, sehingga pemberi dan penerima pelayanan kesehatan betul-betul merasa mendapatkan keadilan sosial aturan hukum kesehatan ditengah masyarakat memerlukan keberlakuan hukum secara yuridis, sosiologis, dan filosofis agar dalam penerapannya dapat diperoleh kepastian, keadilan, dan kemanfaatannya dalam masyarakat. Untuk itu berbagai produk hukum dibidang hukum kesehatan harus diperbarui dan disusun dengan perubahan dan kemajuan masyarakat/pasien, disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu di bidang kesehatan dengan tetap memperhatikan asas legalitis, asas proporsionalitas, dan asas utilitas.
Melihat betapa rumitnya penyelesaian hukum dibidang kesehatan, maka perlu mendapat perhatian sehingga aparat penegak hukum dapat menegakkan aturan-aturan hukum dibidang kesehatan dan sekaligus dapat melindungi pasien dan tenaga kesehatan itu sendiri. Sebagaimana sistem penegakan hukum pada umumnya.              
                                                                                             
                                                                                                                                                            

                                                Magister Hukum Kesehatan                                
                                       Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Komentar